Inspiring Youth Leadership Forum (eksklusif iki)

Mahasiswa sebagai representasi dari kaum muda intelektual memiliki peran strategis dalam pengembangan sosial dan masyarakat. Mahasiswa diharapkan untuk mampu melahirkan ide, pemikiran inovatif serta gagasan yang bermanfaat, untuk bisa bersama-sama dengan masyarakat keluar dari masalah-masalah dan demi tercapainya kesejahteraan bersama. Peran mahasiswa sangat diharapkan oleh masyarakat dalam perkembangannya. Mahasiswa dianggap cerminan kaum berpendidikan yang dekat dengan mayarakat sehingga kehadiran dan konstribusinya selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat, termasuk desa.
Dalam menanggapi hal ini, banyak dari mahasiswa yang mengagendakan program-program pengabdian dan pemberdayaan desa. Mulai dari event-event yang dilaksanakan di desa oleh para mahasiswa seperti bakti sosial –yang kini telah begitu populer, pembagian nasi gratis hingga donor darah. Tak hanya itu, dalam level organisasi maupun lembaga pun juga dibentuk divisi-divisi yang bergerak dibidang pemberdayaan seperti lembaga sosmas di tiap jurusan, fakultas maupun universitas. Termasuk pihak Universitas  yang memiliki komitmen dalam pembangunan sosial desa dengan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai tanggung jawab morilnya merealisasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Akan tetapi, tak ada gading yang tak retak. Berbicara soal pemberdayaan desa ala mahasiswa selama ini, diakui bahwa realitanya, mahasiswa masih sangat sulit untuk menemukan ramuan dan konsep pemberdayaan yang tepat dengan konteks kemahasiswaan yang -jujur saja- serba kekurangan. Mulai dari kekurangan pengetahuan dalam keilmuannya, kurangnya kemampuan dalam assassement dan analisis masalah sosial yang harusnya menjadi dasar dan landasan praktik awal dalam melakukan pemberdayaan dan lainnya. Bahkan kemampuan material di lapangan juga begitu minim. Namun para mahasiswa seharusnya jangan sampai terjebak dan terperangkap dalam hal-hal yang seperti ini (meskipun dirasa urgen) karena pada dasarnya harus kembali kita dudukkan makna pemberdayaan masyarakat desa itu sendiri dalam setiap kegiatan-kegiatan kita nantinya. 
                Saatnya mahasiswa mengabdi ke desa tampaknya perlu kita galakan lagi kepada kegiatan mahasiswa sekarang ini. Sesuai dengan apa yang telah termaktub di sila tridharma perguruan tinggi bahwa mahasiswa memiliki tugas penting dalam pendidikan, penelitian serta pengabdian masyarakat. Maka kembali ke desa bisa menjadi salah satu instrument mahasiswa dalam realisasinya terhadap sila ke tiga. Pengabdian masyarakat. Mahasiswa belajar langsung ke lapangan, terjun langsung ke realita dan menuangkan segala ilmu serta kemampuannya di desa tersebut. Bentuk pemberdayaan memang tidak terpaku dalam satu jalan. Tetapi pemberdayaan ala mahasiswa masing-masing memiliki bentuk yang dinamis mengikuti daerah tempat mereka beraktiftas.
                Semuanya tentu butuh modal. Bicara soal modal, tak melulu harus kita kaitkan dengan benda benda yang bersifat materi dan berbentuk. Modal tidak hanya uang, emas, perhiasan, rumah maupun hal hal yang berbentuk fisik akan tetapi modal ilmu serta cerita akan narasi pengalaman pun sangat dibutuhkan. Modal seperti ini tidak lah mudah untuk mencarinya. Memang untuk mencari modal fisik tidak mudah, begitu juga dalam mencari modal ilmu serta pengalaman pengalaman. Maka oleh Karena itu, Rumah Kepemimpinan bagian timur hadir guna memenuhi modal keilmuan serta sharing dari pihak pihak yang mempunyai kemampuan dijalan itu.
Inspiring Youth Leader Forum merupakan sebuah forum yang mempertemukan mahasiswa mahasiswa peserta Rumah Kepemimpinan untuk melakukan pelatihan bagian timur. Latihan gabungan ini tentunya memang sangat bermanfaat. Ukhuwah yang terjalin terasa sangat menyenangkan. Siapa yang tak senang jika saudaranya datang. Mereka datang ke Jogja. Meski banyak kegiatan yang harus mereka penuhi ketika acara latihan gabungan ini dilaksanakan, akan tetapi mereka tetap untuk mengusahakan hadir di latihan gabungan ini. Maka dari sinilah nilai serta factor ukhuwah bersemi dengan indah. Berkegiatan yang sama, letih yang sama, lapar yang sama. Inilah yang menjadi benih benih persaudaraan sampai surge yang sering kami gaungkan, yang sering kami ucapkan. Bahagia rasanya. Meski diakui bahwa banyak hal yang sepertinya perlu untuk kami meminta maaf Karena kurangnya tuan rumah dalam jamuan. Kedua adalah berbagi ilmu bersama teman-teman. Berbagai pihak hadir dan sharing pengalaman begitu penting. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari tempat lain.
Selain dari teman teman serta saudara yang hadir, satu hal lagi yang patut kita syukuri adalah pembicara yang begitu inspiratif. Pembicara yang hadir sangat luar biasa. Banyak pelajaran yang dapat kita ambil. Sebut saja seorang kepala desa Panggungharjo yang mendapatkan penghargaan sebagai desa terbaik nasional. Penghargaan tersebut tentu tidak muluk muluk. Kerapian administrasi juga menjadi poin yang membedakan antara desa Panggungharjo dengan desa desa terbaik lainnya. Kepala desanya pun yang dahulunya merupakan salah satu aktivis dewan senat mahasiswa UGM mengatakan bahwa kita sebagai mahasiswa harus senantiasa upgrading diri serta meningkatkan pengalaman pengalaman dalam tiap aktivitas kita. Banyak hal yang bisa kita ambil dari berorganisasi, belajar di luar kelas. Sejak dini untuk bisa merealisasikan ilmunya di masyarakat serta bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat sekitar.
Bahwa untuk berkarya di desa para mahasiswa juga harus belajar dahulu. Turun untuk berkontribusi di desa bukan langsung datang lalu melaksakan program akan tetapi banyak tahapan yang tentunya harus kita lakukan. Bahwa bukan perkara yang mudah untuk berperan dalam pemberdayaan desa. butuh effort yang besar dalam melakukan pemberdayaan desa. Bahkan pak Wahyudi memerlukan bertahun-tahun untuk bisa mengubah perspektif dan mindset para masyarakat desa untuk melahirkan desa yang nyaman bagi para penghuninya. Seorang pemimpin harus sadar akan potensi dan kekurangan desa tersebut sehingga aktivitas demi aktivitas yang dilaksanakan di desa adalah kegiatan yang menjawab permasalahan yang terjadi di desa tersebut. Dari hal demikian pun, tidak membatasi bagaimana implementasinya dalam lapangan, yang memang sangat kontekstual dalam arti setiap tempat memiliki perbedaan dalam mengembangkannya.
Praktiknya beragam, bagaimana bisa menyesuaikan dengan keadaan di desa tersebut. Memang banyak cara untuk membangun desa, namun dengan apa yang telah disampaikan pak Surjadi ini sekiranya mampu memberikan insight mendasar terhadap makna dibalik pemberdayaan tersebut. Apakah selama ini kita hanya sekedar mengasihani mereka tanpa adanya edukasi ataupun sebaliknya. Bahkan bisa jadi kita yang bekerja total dan ternyata tidak melibatkan mereka serta tak mempedulikan regenerasi dari ilmu yang telah kita sampaikan.
Bukan mahasiswa namanya jika terjadi sebuah masalah ia berpaling, bahkan seorang Itachi Uciha yang dianggap oleh orang banyak sebagai pengkhianat desa pun mengatakan "Desa mungkin sudah penuh dengan kontrakdisi dan kegelapan, akan tetapi aku tetaplah Itachi dari desaku, Konohagakure". Mahasiswa sebagai Agent of Change tentu diharapkan menjadi garda terdepan  demi lahirnya perubahan masyarakat desa kearah yang lebih baik. Tapi ingat, justru perubahan itu dimulai dari sendiri, termasuk dalam pemaknaannya, karena toh sesungguhnya Tuhan tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.

Komentar