Optimalisasi Asrama Pembinaan untuk Membentuk Mahasiswa Berkarakter Guna Menjawab Tantangan Bonus Demografi 2020




Membaca kembali sejarah perjuangan bangsa ini, asrama memiliki kemampuan dan peran penting dalam pengaruhnya terhadap dinamika pergerakan nasional. Sebut saja rumah indekos H.O.S Cokroaminoto yang menghasilkan tokoh-tokoh strategis seperti Soekarno, Semaoen, Musso, Alimin serta Kartosuwiryo. Mereka menjadi pionir dalam perjuangan bangsa melawan kaum penjajah. Didalam asrama, para peserta didik ditempa dengan pembinaan-pengajaran berbasis penguatan karakter yang kelak menjadi bekal kepada mereka dalam menghadapi tantangan demi membangun bangsa yang lebih baik.

Pendahuluan
Menarik atas apa yang telah disampaikan oleh Dr Sukamdi, M.Sc[1] dalam sebuah kajian penelitian yang disampaikan pada Kamis (12/6/2014)  di auditorium PSKK UGM[2]. Ia menjelaskan bahwa pada tahun 2020 angka ketergantungan penduduk (Dependency ratio) di Indonesia cenderung akan lebih rendah. Artinya pada tahun 2020, Indonesia diprediksi akan mengalami bonus demografi. Dengan kata lain bahwa jumlah penduduk usia produktif melampaui jumlah penduduk usia non-produktif.
Adapun usia produktif disini maksudnya adalah usia angkatan kerja (15-64 tahun) dan dalam pembahasan spesifik kali ini adalah kisaran usia 30-40 pada tahun 2030 yang pada saat ini masih berusia dalam kisaran 18-28.
Pada saat umur ini, pemuda-pemudi dirasa menjadi demikian penting karena pada saat inilah mereka mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan tinggi. Mulai dari pendidikan setingkat diploma, sarjana hingga pasca-sarjana. Sama halnya dengan dulu, bagaimana gagasan dan pemikiran yang menghantarkan bangsa ini ke depan pintu gerbang kemerdekaan itu lahir dari kepala-kepala pemuda terdidik -mahasiswa. Pun menjadi sebuah keyakinan bagi penulis bahwa mahasiswa dianggap menjadi pionir utama dalam menjawab tantangan zaman terkhusus tantangan zaman yang dihadapi Indonesia.
Tantangan zaman memang sangat dinamis. Bak air, ia tidak selalu sama setiap saatnya. Butuh kemampuan untuk bisa menjawab serta menjadi jawaban atas tantangan demi tantangan zaman. Namun ada satu kenyataan yang cukup menarik bahwa dahulunya -di era pergerakan nasional, kaum muda terdidik lah yang menjadi jawaban atas tantangan zaman saat itu (kemerdekaan Indonesia). tetapi, ad yang lebih menarik lagi bahwa mereka dibesarkan dalam lingkungan asrama. Mulai dari Soekarno, Muso hingga Kartosuwiryo. Mereka semua berjuang membangun bangsa ini dengan idealisme yang mereka yakini. Sekali lagi, mereka dilahirkan dari rahim yang sama yang bernama asrama (Panuntun, 2015).

Asrama Pembinaan Sebagai “Dapur” Karakter Kepemimpinan
Miftahul Aziz[3] menyebutkan dalam essaynya[4] bahwa ada hal yang dirasa sangat penting yang bisa menjadikan bonus demografi menjadi tantangan dan ancaman yang serius. Yaitu demoralisasi karakter para pemuda. Bonus demografi bicara soal naiknya angka di usia produktif namun bukan karakter produktif. Bahwa character building menjadi kunci persaingan pemuda menghadapi tantangan zaman -bonus demografi 2020. Sehingga penguatan sisi karakter pemuda bangsa adalah sebuah keniscayaan yang harus dipenuhi. Jika pada akhirnya pembangunan karakter pemuda ini gagal dilakukan maka Indonesia akan mengalami krisis kepemimpinan. Lantas akan seperti apa Indonesia dalam era bonus demografi jika saja pada saat yang sama Indonesia sedang dihadapi badai krisis kepemimpinan. Dalam tahap inilah asrama pembinaan hadir untuk bagaimana bisa menghadirkan akses-aksesnya dalam membentuk karakter pemuda pemimpin masa depan.
Setidaknya ada dua alasan penting yang bisa menjadikan asrama pembinaan menjadi salah satu bagian dari solusi atas krisis kepeminpinan. Pertama adalah asrama sebagai ruang pembentukan karakter pemuda dan yang kedua adalah asrama sebagai ruang akselerasi dialog kebangsaan[5].
Pertama, asrama sebagai ruang pembentukan karakter pemuda. Dalam pendekatan sosiologis pengetahuan, interaksi menjadi salah satu aspek yang mempengaruhi pembentukan pemikiran seseorang, selain aspek kognisi dan kebutuhan aksi. Asrama memiliki komponen suprastruktur yang tidakk hanya memiliki fungsi fisik. Sebut Tjokroaminoto yang menjadikan indekosnya sebagai rumah ideologis bagi perkembangan santri didiknya. Asrama bukan hanya sekedar susunan batu bata, tetapi hadir didalamnya sistem pembinaan serta dialektika kolektif.
Asrama tak hanya sebagai tempat menetap, akan tetapi asrama juga sebagai tempat berdialektika serta ruang berpikir yang menjadi sarana akomodasi bagi gagasan-gagasan yang melahirkan ide masa depan bangsa. Didalam asrama terjadi asosiasi antar peserta : mereka berkumpul duduk bersama lalu berdiskusi membahas problematika yang terjadi sambil memikirkan jawaban yang bisa menjadi solved problem.
Didalam asrama pembinaan mahasiswa tentunya memiliki sistem yang mengatur kehidupan didalamnya. Namun bukan berarti di asrama lahir sistem dogmatis hingga memenjarakan para pesertanya dalam ketidakbebasan berpikir. Asrama pembinaan mahasiswa memberikan metode pembinaan yang memberi kemerdekaan para santrinya dalam berpikir. Perlu kita pahami bahwa asrama pembinaan merupakan tempat strategis bagi perkembangan pemuda terididik -mahasiswa. Dari hal yang demikian, ikhtiar demi membentuk karakter “pemimpin” masa depan akan bisa direalisasikan.
Kedua, yakninya asrama sebagai ruang akselerasi dialog kebangsaan. Asrama juga telah mereproduksi dialektika kebangsaan yang terejawantahkan dalam tiap-tiap diskusi, dimana pembahasan mengenai kebangsaan hadir dengan hangat disana. Hal ini tercermin bagaimana dahulu dialog kebangsaan dihadirkan dirumah peradaban H.O.S Cokroaminoto yang menjadi indekos bagi Soekarno, Semaun dan Kartosuwiryo, yang pada pergerakan selanjutnya menjadi pihak yang memiliki peran strategis dalam proses kemerdekaan Bangsa. Dialog lintas Pemikiran tersaji di tempat ini ketika orang-orang seperti Agus Salim, Tan Malaka, Abdul Moeis, Alimin, dan Ki Hajar Dewantara pernah berkunjung (berdialog) di rumah dua lantai tersebut. Para pemuda yang indekos di rumah tersebut secara otomatis juga mendapatkan ilmu dari tokoh yang berkunjung (Budi, 2009).

Asrama Sebagai Jawaban Tantangan Bonus Demografi
“Eksistensi asrama pemuda pada era kemerdekaan bisa menjadi proyeksi terhadap asrama-asrama pemuda dan mahasiswa saat ini. Ditengah gempuran zaman global yang melanda pemuda dan krisis kepemimpinan nasional, asrama pemuda dapat dihadirkan sebagai ruang rekonsiliasi karakter pemuda” (Budi, 2009).
            Seperti yang telah diterangkan sebelumnya bahwa tantangan yang dihadapi oleh pemuda terdidik yakninya tantangan atas krisis kepemimpinan. Bonus demografi akan berhasil jika hadir disana para pemimpin yang professional serta akseptebel dalam memecahkan persoalan demi persoalan di zaman tersebut. Asrama pembinaan mahasiswa hadir disana guna menjawab tantangan tersebut.

Bibliography

Budi, A. (2009, Maret 14). Catatan Perjuangan. Retrieved from http://aryabudi.blogspot.co.id/2009/03/asrama-pemuda-sebagai-dapur-perjuangan.html
Panuntun, A. B. (2015). Pemuda, Asrama dan Pergerakan : Sebuah Penjelasan Peran PPSDMS dalam Politik Kampus UGM. Jurnal Sangkakala, 11.



[1] Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM)
[3] Ketua Umum Organisasi Kepemudaan Nahdliyyin
[5] Arya Budi dalam essaynya yang berjudul Asrama Pemuda Sebagai ‘Dapur’ Perjuangan kemerdekaan

Komentar