Kontra Kenaikan BBM era Jokowi



Kebijakan Jokowi soal kenaikan BBM memang tidak hanya melahirkan pihak pro, banyak juga dari masyarakat sangat tidak setuju dan jauh dari kata sepakat soal kenaikan ini. beberapa kalangan elit juga berbeda pendapat tentang kenaikan BBM, ada beberapa diantara mereka yang menganggap bahwa Jokowi dinilai terlalu terburu-buru dan terlalu cepat untuk mengambil keputusan ini. Jokowi menaikkan harga BBM belum genap sebulan ia memerintah, dengan demikian ia mencatat sebagai presiden yang paling cepat menaikkan harga BBM. Saat pemerintahan Gus Dur, BBM naik di masa pemerintahannya yang memasuki usia ketujuh sdangkan di masa kekuasaanya Megawati ia menaikkan harga BBM setelah lima bulan memerintah Indonesia. Sama dengan Megawati, SBY menaikkan harga BBM di lima bulan pemerintahannya. Bahkan pemerintah Jokowi belum genap satu bulan, sehingga beberapa kalangan menilai Pemerintah terlalu terburu-buru untuk menaikkan hara BBM.
Pemerintah juga dinilai tak memiliki koordinasi yang baik terhadap Badan Legislatif (DPR) dalam hal menaikkan BBM. Hal ini disinggung oleh Presiden Republik Indonesia sebelumnya Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai mantan presiden Republik Indonesia tentu ia memiliki pengalaman dalam menaikkan harga BBM. Ia memberikan komentar lewat akun twitternya tentang pencabutan subsidi BBM yang membuat harga BBM menjadi naik, ia menanggapi bahwa mencabut subsidi merupakan kewenangan dan hak dari pemerintah yang akan mempengaruhi kondisi dalam skala nasional. Ia juga mengomentari Pencabutan subsidi ini juga akan mempengaruhi dana program kompensasi bagi keluarga miskin yang memakai APBN. “Saya berpendapat, jika dana kompensasi itu diambil dari APBN, maka pemerintah wajib jelaskan kepada DPR RI sebagai bentuk pertanggungjawaban,” terang SBY menyudahi komentarnya menanggapi kenaikan harga BBM.
Zulkifli Hasan sebagai ketua MPR RI mengatakan setuju atas pencabutan subsidi BBM ini karena menurutnya selama ini tidak tepat sasaran, namun ia menilai bahwa pemerintah kurang tepat dalam memilih waktu. Zulkifli Hasan mengatakan memang pemerintah telah memiliki hitungan tersendiri, tapi ia menanyakan mengapa harus dinaikkan saat ini, padahal harga minyak dunia sedang mengalami penurunan. "Menurut saya alasannya tepat, hanya apakah saat ini menaikkan BBM timingnya tepat? Kan harga (minyak) lagi turun," katanya seperti yang telah diwartakan oleh republika.co.id. Indikator kenaikan harga Bahan Bakar di Indonesia memang dipengaruhi kuat oleh dua sebab yaitu kondisi harga minyak dunia dan kondisi nilai kurs pada saat itu, namun jika kita lihat dengan kondisi harga minyak dunia yang sedang menurun tentu tidak relevan dengan kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM nasional.
Naiknya harga BBM sekarang ini juga membuka pintu liberalisasi pasar dan memberi ruang gerak SPBU asing semakin bebas. Beberapa spekulasi beredar bahwa ini adalah pesanan asing untuk mengeruk keuntungan di pasar BBM Indonesia, dan berbagai isu perbincangan juga mengatakan bahwa terdapat desakan asing. Saat ini memang banyak SPBU-SPBU milik asing ada di wilayah kita, seperti Shell, Petronas dan yang terbaru adalah SPBU AKR. Sekali lagi mereka merupakan SPBU-SPBU merek asing, Shell bahkan memiliki 8000 lebih SPBU di pulau Jawa. Disusul oleh resminya SPBU Petronas beroperasi di wilayah Republik Indonesia, kemudian sekarang yang sedang maraknya adalah SPBU AKR perusahaan milik China. Selain itu harga yang ditawarkan oleh AKR juga lebih murah dibandingkan Pertamina, sebelumnya AKR menjual BBM seharga Rp.6000 per liternya, sedangkan SPBU Pertamina menjual premium seharga Rp.6.500 per liter. Disini saja sangat jelas bagaimana permainan disisi harga saja telah dimulai dan permainan pembeli menurut beberapa pihak.
Kemudian dampak yang paling jelas terjadi adalah naiknya harga bahan pokok. Banyak pihak yang menolak kenaikan BBM saat ini dengan dalih akan timbulnya kenaikan harga-harga bahan pokok sehingga dapat menimbulkan naiknya inflasi. Seperti yang telah diwartakan oleh merdeka.com Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) Yogyakarta sangat keberatan dengan pencabutan subsidi yang menimbulkan naiknya harga BBM itu sendiri. Apalagi kenaikan tersebut terjadi di akhir-akhir tahun yang tentunya akan mempengaruhi biaya operasional dan biaya distribusi. Bahkan harga cabai di pasar kini terus melambung tinggi semenjak naiknya harga BBM. Data yang diambil dari selasar.com menerangkan bahwa kenaikan harga cabai terjadi di banyak tempat seperti di Pasar Senen, Jakarta Pusat, harga cabai rawit merah yang semula harganya Rp18 ribu per kilogram naik menjadi Rp45 ribu hingga Rp50 ribu per kilogram. Sementara itu kenaikan harga cabai yang cukup tajam terjadi di pulau Sulawesi, pada awalnya harga yang dijual oleh para pedagang berkisar pada Rp.90.000 per kilogramnya namun melambung naik menjadi Rp.120.000 per kilogramnya setelah kenaikan BBM tersebut.
PHK juga menjadi salah satu dampak dari kenaikan harga BBM. BBM menjadi salah satu kebutuhan pokok sehingga harga BBM yang naik akan terus mempengaruhi biaya produksi dan modal yang dikeluarkan ditambah dengan biaya operasional dan biaya distribusi produk yang juga bertambah, semua itu akan mempengaruhi kegiatan dan aktivitas ekonomi. Para produsen tentu akan menutup usaha mereka karena timpangnya biaya produksi dengan penghasilan yang mereka dapatkan. Maka terjadilah PHK. Kenaikan BBM merupakan salah satu penentu naiknya harga suatu barang, barang yang mahal tentu sepi peminat. Ditambah lagi adanya intervensi barang-barang asing yang menawarkan harga lebih murah, keadaan ini akan membuat omset dan pendapatan menurun sehingga sangat memungkinkan untuk terjadinya PHK dalam rangka effisiensi dari perusahaan tersebut.
Begitulah sentiment-sentimen negatif atas kebijakan pencabutan subsidi BBM yang diambil pemerintah. Terdapat beberapa pihak yang mendukung, namun tak bisa ditolak pasti ada pihak yang tidak setuju dan menolak kebijakan yang diambil oleh pemerintah.  
         

Komentar