Petang yang basah.Hujan turun dengan
deras,seolah melampiaskan amarahnya pada hamparan dan membasahi setiap insan
yang berada diluar habitatnya. Belum lagi kerasnya suara auman hujan yang
memberikan warna tersendiri bagi redupnya sore. Ditaburi secuil hembusan badai, hujan melengkapi
penderitaan yang diterima bumi.
Disore yang basah ini,kebanyakan orang lebih
memilih untuk bersantai di rumah masing-masing. Ditemani secangkir teh panas dan roti
kering,alunan musik-musik slow melengkapi suasana harmoni antara hujan dan
sore. Tapi, itu
semua tidak berlaku bagi perempuan paruh baya itu. Sedari tadi, ia terus berjalan
menembus derasnya hujan. Payung merah yang setia menemaninyapun tak sanggup
menolak hujan membasahi tubuhnya secara perlahan. Namun, jaket tuanya yang
tebal masih bisa diajak kompromi.
***
“Hu..hu..hu.ibu....”tangis anak itu
semakin menjadi. Ia menanggis sendiri ditengah ruangan kelas yang sepi. Hanya
ditemani satu dua semut merah yang lewat dan menyaksikan dengan heran. Anak itu
masih menangis. Kini ia menghadap ke jendela yang sebagian besarnya telah
ditutupi oleh embun, dan hujan yang
mengganas. Air mata masih mengalir dengan deras di pipinya,kemudian turun
melewati badanya yang mengigil,.dan jatuh membasahi kemeja dan rompi biru
tuanya. Anak itu masih berharap pada jendela kayu itu
***
“Aaaa...”teriak perempuan itu. payung
itu lepas dari genggaman tanganya yang menggigil. Ia menoleh kebelakang, dan
berusaha mengejar payung merahnya itu. tapi apa boleh buat,badai tidak
mengizinkan dan sudah terlebih dahulu membawa payung itu lenyap ditelan hujan.
Kini, tak ada penghalang antara dirinya dan hujan selain jaket tuanya yang
mulai basah. Pertahanan-pertahanan jalinan benang yang memmbentuk kain yang
kokoh,telah hancur oleh terjangan air yang mengganas. Kini, ia telah menayandang
identitas yang diberikan hujan padanya. Kebasahkuyupan. “Tanggung tinggal sedikit lagi”
ikrarnya dalam hati. Sekarang,ia mulai berlari ke depan,menembus lebatnya
serbuan yang dilontarkan oleh serdadu hujan. Larinya semakin kencang.aliran
deras keringatnya sudah samar, dan bercampur dengan amukan hujan yang terus membasahi tubuhnya.
Perempuan tua itu masih berlari, sampai ia menyaksikan bagunan biru yang
menunbuhkan kembali benih-benih harapanya.”Akhirnya..”ucapnya dalam hati.
***
Tangis anak itu perlahan mulai
berhenti. Sekarang ia mengambil posisi duduk bersandar di pojok kelas.kedua
lututnya merapat,diapit oleh lenganya yang mungil. Kepalanya ditundukkan dan
bersandar dikedua lututnya. Ia berusaha menahan tangis setelah menerima bentakan
keras dari satpam berkumis tebal yang sedang bertugas. Tapi,sisa tanggisnya masih menyisakkan
iba bagi siapa yang mendenggarnya. Perlahan harapan si anak mulai hilang,
sampai suara pintu terbuka yang
memecahkan kesunyian memunculkan harapan si anak. “Andi...”teriak rindu
suara yang tak asing lagi didengarnya. Suara itu berasal dari perempuan dengan
seluruh tubuh basah kuyup ditimpa hujan. “Ibu....”sorak si anak sambil berlari
menuju perempuan itu,dan memeluk dinginya aura yang dihasilkan tubuh si
perempuan paruh baya. “Maafkan ibu nak...”ucap si ibu,air mata yang sedari tadi
disimpanya,tak mampu dibendungnya dan mengalir deras dipipinya. Si anak hanya
diam,juga dengan air mata yang kembali membasahi pipinya.”maafkan ibu nak..om
budi yang biasa menjemputmu mengalami kecelakaan,ibu telat mengetahuinya. Ibu sudah
berusaha mencari angkutan umum untuk kesini..tapi,cuaca tidak mengizinkan.
Hujan deras sejak tadi sore membuat ibu
sulit menemukan angkutan umum untuk. Ibu memutuskan untuk jalan kaki
saja,dan akhirnya ibu jadi telat menjemputmu...maafkan ibu ya nak...”tutur
perempuan itu bercampur suara tangisnya. Si anak hanya menganguk”T idak bu..andi yang
minta maaf...udah ngerepotin ibu kayak gini...”sahut andi dengan rasa bersalah.
Kini peluk si ibu semakin kuat,seolah tidak ingin melepas anak semata wayangnya
itu sembari berkata”hujan diluar semakin deras nak,gimana kalau …”. ”Hei..acara nangis-nangisnya
dilanjutkan di rumah saja....sekolah mau ditutup..”bentak satpam berkumis. Si
ibu perlahan melepaskan pelukanya pada anaknya,dan berkata pada
satpam”pak,tolonglah...izinkan kami beristirahat disini sebentar ,setidaknya
sampai hujan ini reda....”.”enak saja..kalian pikir sekolah ini punya
kalian..Tidak,pokoknya kalian harus pergi dari sini sekarang juga..”bentak si
satpam,kali ini lebih keras. Si ibu dan anaknya hanya pasrah,dan berjalan
dengan perlahan meninggalkan sekolah. Tatapan sinis satpam mengiringi kepergian
mereka.
***
Hujan terus mengguyur bumi dengan
kedahsyatanya. Hanya beberapa orang dengan payung dan mantel tebal yang sanggup
meninggalkan habitatnya, sebagian lainya berteduh di kedai kopi tepi jalan. Namun tidak berlaku dengan dua insan
ini. Ditengah ributnnya hujan,terlukis
kasih sayang seorang ibu. Raut wajahnya yang begitu lembut
***
Komentar
Posting Komentar